Tanah
merintih tanpa ada siuman kembali.
Hutan disayat,
dirobek, marah karena digunduli.
Tiada obat
untuk menangkal, banyak modal untuk mengawal.
Mereka disiksa,
dipaksa mengidam perih sejuta.
Tidak
lagi ada akar akar membelai kedalamannya.
Runcing
kaki, para raksaksa besi, menusuk perut bumi,
Masuk ke
dalam usus perih, tembus ke dalam lambung mati!
Berdiri,
berbaris sekehendak, nafsu menginjak-injak.
Renungan
kawan biru beri senyum resah abu abu,
Merasa
kecewa, kekejaman tiada dua berganti air mata,
Milyaran
titik air mata ‘tak terpayungkan, itulah jeweran.
Taring
gigi, kepakan sayap gelisah, melarikan diri,
Raungan
sedih cari kediaman baru.
Yang
diganti tempat benalu, bangunan kesombongan.
Jilatan
api, lambaian asap hitam, menghina bumi.
Cakar cakar
sengit, menuding melawan menantang langit!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar