Selasa, 11 Februari 2014

Pencakar Langit



Tanah merintih tanpa ada siuman kembali.
Hutan disayat, dirobek, marah karena digunduli.
Tiada obat untuk menangkal, banyak modal untuk mengawal.
                                             
Mereka disiksa, dipaksa mengidam perih sejuta.
Tidak lagi ada akar akar membelai kedalamannya.
Runcing kaki, para raksaksa besi, menusuk perut bumi,
Masuk ke dalam usus perih, tembus ke dalam lambung mati!

Berdiri, berbaris sekehendak, nafsu menginjak-injak.
Renungan kawan biru beri senyum resah abu abu,
Merasa kecewa, kekejaman tiada dua berganti air mata,
Milyaran titik air mata ‘tak terpayungkan, itulah jeweran.

Taring gigi, kepakan sayap gelisah, melarikan diri,
Raungan sedih cari kediaman baru.
Yang diganti tempat benalu, bangunan kesombongan.
Jilatan api, lambaian asap hitam, menghina bumi.
Cakar cakar sengit, menuding melawan menantang langit!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar