Suasana nan senyap bergandengan dengan lirikan sinis dalam ruangan
Banyak manusia simpang siur, berkecamuk kerepotannya berdatangan
Dengan berbagai arah, dan ada yang sepenuhnya tanpa bidikan
Beberapa dengan jubah hitam lambang kewibawaan, mereka kenakan
Hampir seperti pada hari jiwa manusia dipanggil dalam penghakiman
. . . tapi tanpa Tuhan
Urusi :
fana berganti misteri
lemah tanpa rintih
ditimbangnya barang bukti
tersistem menjadi tragedi
di sebuah gubuk di tengah sawah
dalam heningnya Mei 1993
hanya saksi alam nan menawan
terbungkus jelas dengan 338
Lagu BAP, keras dengan iramanya tentang penculikan, dan penyiksaan
Bersama ketiadamenggerindingkan bulu kuduk
Meluruskan lintasan belok karena ketamakan serta palsunya kekeliruan
Dibalas dengan fitnah-hina dan cekikkan bau busuk
Pedang bermata dua selalu dimuka, lambang kejamnya para penguasa
Aku hanya :
seuntai anggrek epifit
segenggam embusan asa
di dataran Jawa Timur di Desa Jegong
bermain Catur melawan Putra di bawah Surya
kawan-kawanku tak berkutik hanya terbengong
oleh segala desakan yang tersirat
aku adalah keprihatinan dan rasa cinta
aku terbaring, dan sisahnya tinggal mayat
Namun demikian, harapanku di dunia masih ada yang tertinggal, tersisa
Ku serahkan semuanya walau sedikit kepada proses dan kebersihan hati
Dakwaan tentang kepergianku, semoga tidak tercambur racun bisa
Orang-orang yang diduga, berjejer horisontal dengan saksi-saksi
Tapi ruangan itu sudah teramat kotor dan racun bisa sudah masuk pembuluh darah
Rohku berhayal :
sepi dan sendiri
seuntai anggrek telah terinjak-injak
di meja judi
berwarna hijau, terlukis bijak
gelap, aku melihat dunia ini
gelak-tawa tak kenal dosa
M.A.R.I. tingkat kasasi
hukum terpecah, semua direkayasa
itulah arti “keadilan tertinggi adalah tidakadil tertinggi”?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar